Agama Konghucu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Agama Konghucu adalah sebuah agama yang diakui di Indonesia bersama dengan 5 agama lain. Konghucu sebagai agama muncul sebagai akibat dari keadaan politik di Indonesia. Agama Konghucu lazim dikaburkan makna dan hakikatnya dengan Konfusianisme sebagai filsafat.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Konfusianisme sebagai agama dan filsafat[sunting | sunting sumber]

Konfusianisme muncul dalam bentuk agama di beberapa negara seperti Korea, Jepang, Taiwan, Hong Kong dan Tiongkok. Dalam bahasa Tionghoa, agama Khonghucu sering kali disebut sebagai Kongjiao (孔教) atau Rujiao (儒教).

Konghucu sebagai institusi agama di Indonesia menerapkan hal-hal berikut.

  • Mengangkat Konfusius sebagai salah satu nabi (先知)
  • Menetapkan Litang (Gerbang Kebajikan) dan klenteng sebagai tempat ibadah resmi bagi umat Khonghucu.
  • Menetapkan Sishu Wujing (四書五經) sebagai kitab suci resmi
  • Menetapkan tahun baru Imlek, sebagai hari raya keagamaan resmi
  • Hari-hari raya keagamaan lainnya; Imlek, Hari lahir Khonghucu (27-8 Imlek), Hari Wafat Khonghucu (18-2-Imlek), Hari Genta Rohani (Tangce) 22 Desember, Chingming (5 April), Qing Di Gong (8/9-1 Imlek) dsb.[1]
  • Rohaniwan; Jiao Sheng (Penyebar Agama), Wenshi (Guru Agama), Xueshi (Pendeta), Zhang Lao (Tokoh/Sesepuh).
  • Kalender Imlek terbukti dibuat oleh Nabi Kongzi (Konfusius). Nabi Kongzi mengambil sumbernya dari penangalan dinasti Xia (2200 SM) yang sudah ditata kembali oleh Nabi Khongcu.[butuh rujukan]

Tahun Zaman Nabi Khongcu Tahun Baru jatuh 22 Desember. 4 Februari pergantian musim dingin ke musim semi. Jadi Imlek bukan perayaan musim semi. Perkiraan tanggal 1 imlek, rentang waktunya 15 hari kedepan dan 15 hari kebelakang dari 4 Februari tersebut.Tiap 4 atau 5 tahun sekali ada bulan ke 13, untuk menggenapi agar perhitungan tersebut tidak berubah.[perlu dijelaskan]

Agama Konghucu pada zaman Orde Baru[sunting | sunting sumber]

Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh sebagai ateis dan komunis), pemeluk kepercayaan tadi kemudian diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk agama Buddha, Islam, Katolik, atau Kristen. Klenteng yang merupakan tempat ibadah kepercayaan tradisional Tionghoa juga terpaksa mengubah nama dan menaungkan diri menjadi wihara yang merupakan tempat ibadah agama Buddha.

Agama Konghucu pada zaman Orde Reformasi[sunting | sunting sumber]

Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mendapatkan kembali pengakuan atas identitas mereka sejak masa kepemimpinan presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui UU No 1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa agama-agama yang banyak pemeluknya di Indonesia antara lain Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.

Ajaran Konfusius[sunting | sunting sumber]

Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao (儒教) yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan dia hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang dia sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan utuh tentang Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".

Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Ia meninggal dunia pada tahun 479 SM.

Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antar-manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia bertingkah laku.

Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tetapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disembah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.

Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mengzi ke seluruh Tiongkok dengan beberapa perubahan.

Intisari ajaran Konghucu[sunting | sunting sumber]

Falsafah Dasar[sunting | sunting sumber]

1. Tian

Tian adalah Maha Pencipta alam semesta. Manusia tidak dapat memahami hakikat sejati Tian sehingga Ia dilambangkan dengan ciri-ciri berikut:[2]
Yuan: yang selalu hadir.
Heng: yang selalu berhasil.
Li: yang selalu membawa berkah.
Zhen: yang selalu adil, tidak membeda-bedakan.

2. Xing

Xing adalah jati diri manusia, kodrat, yaitu perwujudan firman Tian (Tian Ming) dalam diri manusia. Xing menghubungkan Tian dengan segala ciptaannya. Manusia sulit mengenali xingnya karena tertutup oleh emosi, napsu; maka manusia harus dibimbing dengan pedoman etika. Meskipun xing setiap manusia berbeda-beda, tetapi memiliki satu persamaan yaitu Ren (perikemanusiaan).[2]

3. Ren

Ren atau perikemanusiaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Zhong (setia) dan Shu (solidaritas).[2]
Zhong merupakan kependekan dari istilah zhong yi Tian (lit. setia kepada Tuhan), yaitu berserah diri,lahir dan batin kepada Tuhan.
Shu merupakan kependekan dari istilah shu yi ren (lit. solider kepada sesama manusia atau "cinta kasih sejati".
Terdapat dua istilah yang menerangkan arti Shu lebih lanjut.[2]
Ji suo bu yu, wu shi yu ren, yaitu "apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan dilakukan terhadap orang lain". (Lunyu)
Ji yu li er li ren, ji yu da er da ren, yaitu "kalau ingin tegak, buatlah orang lain juga tegak; jika ingin maju, buatlah orang lain juga maju".

Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui)[sunting | sunting sumber]

Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:

  1. Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
  2. Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
  3. Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
  4. Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
  5. Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
  6. Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
  7. Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
  8. Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)

Lima Sifat Mulia (Wu Chang)[sunting | sunting sumber]

Lima Sifat Kekekalan (Wu Chang):[2]

1. Ren - Cinta Kasih

yaitu sifat mulia pribadi seseorang terhadap moralitas, cinta kasih, kebajikan, kebenaran, tahu-diri, halus budi pekerti, tanggang rasa, perikemanusiaan. Ini merupakan sifat manusia yang paling mulia dan luhur.

2. Yi - Kebenaran/ Keadilan/ Kewajiban

yaitu sifat mulia pribadi seseorang dalam solidaritas serta senantiasa membela kebenaran. Bila Ren sudah ditegakkan, maka Yi harus menyertai.

3. Li - Kesusilaan/ Kepantasan

yaitu sifat mulia pribadi seseorang yang bersusila, sopan santun, tata krama, dan budi pekerti. Semula Li hanya dikaitkan dengan perilaku yang benar dalam upacara keagamaan, tetapi selanjutnya diperluas hingga ke adat-istiadat dan tradisi dalam masyarakat.

4. Zhi - Bijaksana

yaitu sifat mulia pribadi seseorang yang arif bijaksana dan penuh pengertian. Kong Hu Cu merangkaikan munculnya kebijaksanaan seseorang dengan selalu sabar dalam mengambil tindakan, penuh persiapan, melihat jauh ke depan, serta memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi.

5. Xin - Dapat dipercaya

yaitu sifat pribadi seseorang yang selalu percaya diri, dapat dipercaya orang lain, dan senantiasa menepati janji.

Lima Etika (Wu Lun)[sunting | sunting sumber]

Lima hubungan norma etika dalam bermasyarakat merupakan bentuk dasar interaksi manusia. Dengan menjalani kehidupan yang sesuai dengan asas Wu Lun, seseorang akan menikmati keselarasan dalam kepribadiannya maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.[2]

  • Hubungan antara Pimpinan dan Bawahan
  • Hubungan antara Suami dan Isteri
  • Hubungan antara Orang tua dan anak
  • Hubungan antara Kakak dan Adik
  • Hubungan antara Kawan dan Sahabat

Delapan Kebajikan (Ba De)[sunting | sunting sumber]

Delapan Kebajikan (Ba De):[2]

  1. Xiao - Laku Bakti; yaitu berbakti kepada orang tua, leluhur, dan guru.
  2. Ti - Rendah Hati; yaitu sikap kasih sayang antar saudara, yang lebih muda menghormati yang tua dan yang tua membimbing yang muda.
  3. Zhong - Setia; yaitu kesetiaan terhadap atasan, teman, kerabat, dan negara.
  4. Xin - Dapat Dipercaya
  5. Li - Susila; yaitu sopan santun dan bersusila.
  6. Yi - Bijaksana; yaitu berpegang teguh pada kebenaran.
  7. Lian - Suci Hati; yaitu sifat hidup yang sederhana, selalu menjaga kesucian, dan tidak menyeleweng/ menyimpang.
  8. Chi - Tahu Malu; yaitu sikap mawas diri dan malu jika melanggar etika dan budi pekerti.

Kitab suci[sunting | sunting sumber]

Kitab suci agama Khonghucu dibagi menjadi dua kelompok:

Selain itu masih ada satu kitab lagi: Xiao Jing (Kitab Bakti).

Definisi agama menurut agama Konghucu[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan kitab Zhong Yong agama adalah bimbingan hidup karunia Tian/Tuhan Yang Maha Esa (Tian Shi) agar manusia mampu membina diri hidup di dalam Dao atau Jalan Suci, yakni "hidup menegakkan Firman Tian yang mewujud sebagai Watak Sejati, hakikat kemanusiaan". Hidup beragama berarti hidup beriman kepada Tian dan lurus satya menegakkan firmanNya.

Nabi[sunting | sunting sumber]

Para nabi (儒教聖人) dalam Ru Jiao terbagi dalam beberapa zaman seperti yang tercantum di bawah ini.

Masa prasejarah (sebelum 2205 SM)[sunting | sunting sumber]

  • Nabi Purba Fu Xi (Hanzi:扶羲), hidup sekitar 2952 – 2836 SM.
Dia menerima wahyu He tu (peta sungai) yang tergambar di punggung seekor hewan gaib Long ma, yang keluar dari dalam Sungai Huang Ho. Lambang wahyu tersebut kini dikenal sebagai lambang Bagua. Nabi Nu Wa (Hokkien:Lie Kwa), istri Fuxi, menciptakan Hukum Pernikahan.[2]
  • Nabi Purba Shen Nong (Hanzi:神農), hidup sekitar 2838 – 2698 SM.
  • Nabi Purba Huang Di (Hanzi:黃帝), hidup sekitar 2698 – 2596 SM.
Istrinya, Nabi Lei Zu adalah penemu sutra yang ditenunnya dari kepompong ulat sutra, dan bersama Huang Di menciptakan alat tenun, pakaian Hian Ik (pakaian harian) dan Hong Siang (pakaian upacara).
  • Nabi Purba (堯) Yao 2357 – 2255 SM.
Pada zamannya dilakukan penyempurnaan perhitungan kalender dengan menambah bulan kabisat Imlek, sehingga setiap tanggal 15 selalu jatuh tepat ketika bulan sedang bulat penuh.
  • Nabi Purba (舜) Shun 2255 – 2205 SM.

Zaman Dinasti Xia[sunting | sunting sumber]

  • Nabi Purba (大 禹) Da Yu 2205 – 2197 SM.
Sewaktu berada di tepian Sungai Luohe, dalam rangka tugasnya sebagai pengawas penanggulangan banjir, Yu melihat seekor kura-kura gaib muncul dari dalam air. Guratan-guratan di punggung kura-kura itu menyadarkan dirinya akan wahyu ilahi yang kemudian dinamakan Luo Shu (Kitab Sungai Luohe) yang menjadi cikal bakal houtian bagua. Pada masa pemerintahannya, versi pertama dari falsafah perubahan yang disebut Lian Shan Yi (Rangkaian Gunung) dan Hong Fan ditulis.[2]

Zaman Dinasti Shang[sunting | sunting sumber]

  • Nabi Purba Shang Tang (Hanzi=商 湯), memerintah tahun 1675 – 1646 SM.
  • Nabi Wen Wang (Hanzi=文王).
Menerima wahyu ilahi Dan Shu (Kitab Dan) sehingga ia menemukan lambang houtian bagua dan mengembangkan lebih jauh falsafah perubahan.[2]
  • Nabi Jiang Ziya.

Zaman Dinasti Zhou[sunting | sunting sumber]

Ia merupakan raja pertama Dinasti Zhou. Pada tahun ke-13 pemerintahannya, Wu Wang menerima persembahan kitab Hong Fan dari Jizi, bekas menteri Dinasti Shang, yang menyatakan bahwa kitab kuno tersebut merupakan warisan dari zaman Kaisar Yu yang disimpan olehnya.[2]
Putera keempat Wen Wang. Ia melanjutkan karya ayahnya membenahi falsafah perubahan dengan menambahkan bagian-bagian baru (seperti komentar Xiang), sehingga versi ketiga ini dikenal sebagai Zhou Yi (falsafah perubahan Dinasti Zhou). Ia juga meletakkan dasar-dasar tata-upacara pemujaan dan kesusilaan dalam ajaran Ru.[2]
  • Nabi Besar (孔 子) Kong Zi 551 – 479 SM.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Konghucu Indonesia:Hari Besar". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-07. Diakses tanggal 2018-03-29. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l Bidang Litbang PTITD/ Matrisia Jawa Tengah. 2007. "Pengetahuan Umum Tentang Tri Dharma", Edisi pertama. Semarang: Benih Bersemi.