Mereka Memburu Oksigen Medis untuk Berkejaran dengan Waktu
Mereka Memburu Oksigen Medis untuk Berkejaran dengan Waktu

Mereka Memburu Oksigen Medis untuk Berkejaran dengan Waktu 

Oksigen medis jadi barang langka di masa pandemi. Meninggalnya puluhan orang di sebuah rumah sakit di Yogyakarta diduga karena pasokan oksigen yang terlambat datang. Bagi sebagian orang, berburu oksigen adalah berkejaran dengan waktu untuk menyelamatkan orang-orang tercinta.

***

Telepon genggam saya berbunyi nyaring menandakan adanya sebuah panggilan masuk. Satu kali, dua kali, dan panggilan ketiga baru saya angkat setelah tergopoh-gopoh berlari dari kamar mandi. 

Tolong, aku harus cari oksigen di mana?” ucap suara di seberang ketika saya mengangkat panggilan masuk itu. Jantungku berdegup kencang. Beberapa nama tempat penjualan oksigen medis yang terlintas di pikiran langsung saya sebutkan. 


“Aku sudah cari ke tempat-tempat itu, dan … semua habis,” balasnya dengan nada sendu. Ah iya, saya baru ingat jika Indonesia masih dalam keadaan krisis oksigen medis.

Sesuai namanya, oksigen medis berarti oksigen yang dimanfaatkan untuk kesehatan, dikenal dengan oksigen tabung. Diperjualbelikan secara bebas, oksigen tabung biasanya digunakan bagi pasien dengan masalah pernafasan di rumah sakit, ataupun yang sedang melakukan perawatan mandiri di rumah.

Oksigen tabung tidak berdiri sendiri, untuk dapat digunakan, maka harus mempunyai regulator untuk mengatur aliran oksigen dan selang oksigen untuk membantu agar oksigen dapat disalurkan dengan mudah ke hidung yang membutuhkan.

Tabung yang digunakan juga bukan tabung sembarangan. Tabung yang digunakan terbuat dari besi tebal untuk mencegah terjadinya ledakan ketika terkena panas. Sedangkan, oksigen di dalam tabung dapat di isi ulang sesuai kebutuhan.

Di masa pandemi covid-19, kebutuhan oksigen tabung melonjak drastis. Hal ini rupanya sejalan karena virus corona ini menyerang paru-paru sehingga mengakibatkan penurunan kadar oksigen dalam darah atau dikenal dengan saturasi dan sesak nafas.

Dilansir dari suara.com, Menteri Kesehatan Budi Gunadi mengatakan kebutuhan oksigen tabung yang semula hanya empat ratus ton per hari, kini melonjak lebih dari dua ribu ton per hari. Kebutuhan oksigen yang meningkat itu menyebabkan beberapa antrean mengular di tempat-tempat pengisian oksigen tabung.

Restu berkejaran dengan waktu

Namanya Restu (21), seorang pemuda yang berhasil membuat saya berlari untuk mengangkat panggilannya di telepon genggam. “Aku … putus asa,” ungkapan yang menyiratkan perasaan Restu saat mencari oksigen tabung.

Restu sudah berusaha, hampir seluruh tempat penyedia tabung oksigen dihubunginya melalui telepon. “Kata mereka, tunggu satu atau dua hari lagi,” ungkap Restu pilu. Beberapa tempat penyedia oksigen yang dekat dengan rumahnya, yaitu sekitar Piyungan, Kabupaten Bantul, Restu datangi. Namun, jawabannya pun masih sama, Restu disuruh menunggu beberapa hari.

Kegigihan Restu membuahkan hasil. “Dari hasil aku mencari, masih tersedia di Ninda Oksigen, alamatnya di Jalan Kolonel Sugiyono, Mergangsan, Kota Yogyakarta,” ungkap Restu menceritakan melalui sambungan telepon. Bersama seorang teman, Restu menempuh perjalanan 10 kilometer menggunakan sepeda motor dengan membawa tabung kosong yang dipinjam dari tetangganya yang punya sakit asma.

Beruntung, Restu masih mendapatkan nomor antrean dari kuota yang tersedia dalam sehari. “Kalau tidak salah batas antreannya itu ada enam puluh. Kebetulan aku datang jam delapan pagi dan itu mendapat nomor lima puluh sembilan,” ujar Restu mengingat kepanikannya mencari oksigen medis.

Tidak bisa ditunggu. Tabung oksigen yang diantarkannya pagi hari memang baru bisa diambil sore harinya. Alhasil, Restu kembali pulang dan berharap cemas dengan tabungnya. “Di rumah, aku hanya bisa berharap supaya tabungnya cepat selesai, cepat bisa diambil,” ungkap Restu.

Salah satu penyedia oksigen medis kehabisan stok karena banyaknya permintaan. Foto Briggita Adelia/Mojok.co
Salah satu penyedia oksigen medis kehabisan stok karena banyaknya permintaan. Foto Briggita Adelia/Mojok.co

Meskipun demikian, keadaan ayah Restu sudah tidak terlalu sesak nafas. Namun, Restu juga tidak mempunyai alat untuk mengecek saturasi ayahnya. Memang baru dua hari ini keluarganya melakukan tes swab setelah sang ayah merasa hilang indera penciuman. “Dari kami berempat, aku, ayahku, ibuku, dan kakakku, ternyata yang negatif hanya aku,” ungkap Restu getir.

Tepat pukul tiga sore, Restu mendapatkan pesan bahwa tabungnya sudah selesai di isi oksigen dan bisa di ambil. Sebenarnya, Restu ragu-ragu ketika akan pergi mengambil oksigen tabung itu. “Waktu itu perasaanku nggak enak karena melihat ayah yang pagi sesak nafas berat sampai sulit berbicara, sekarang sudah bisa bernafas biasa dan duduk sambil menonton televisi, membuat aku merasa ada yang janggal namun juga lega,” cerita Restu dengan suara yang sedikit bergetar.

Kata Restu, ayahnya tetap menyuruh Restu mengambil oksigen segera untuk jaga-jaga jika ada keluarganya yang sesak nafas lagi. Melewati perjalanan dua puluh kilometer untuk mengambil tabung oksigen medis dan membawa ke rumah, Restu mendapati bendera putih di jalan masuk rumahnya. 

“Ayah meninggalnya nglimpe, ayah menyuruh aku pergi mengambil oksigen tabung, tapi saat aku pergi, ayah tiba-tiba sesak nafas lagi dan meninggal di rumah,” ungkap Restu dengan suara bergetar di malam setelah ayahnya dikuburkan secara protokol kesehatan oleh gugus tugas covid-19 yang diundang ke rumahnya.


Perawat yang kehilangan orang terdekat

Baca juga:  ‘Lockdown’ Wuhan Telat 5 Hari Aja, Korban Corona Bakal 3 Kali Lipat dari Sekarang

Kehilangan orang terdekat juga dialami Putri (22), seorang relawan perawat yang beberapa kali bertugas di shelter. Putri baru saja lulus sebagai seorang diploma keperawatan dan sudah melangsungkan pertunangan dengan kekasihnya, seorang abdi negara, dua minggu yang lalu setelah tujuh tahun berpacaran.

Nasib berkata lain, keluarga tunangannya ternyata harus menerima musibah positif Covid-19. “Keluarganya berempat, ada ayahnya, ibunya, adiknya, dan tunanganku, kebetulan hanya tunanganku yang negatif karena memang tinggal di barak,” ungkap Putri sedih.

Melihat kondisi Ayah dari tunangannya memiliki penyakit bawaan jantung, Putri memilih untuk mencoba menghubungi rumah sakit terlebih dahulu. “Aku dan tunanganku telepon rumah sakit, semuanya penuh dan dalam antrean,” ungkap Putri menerawang.

Di tengah rasa panik yang melanda, ayah dari tunangannya tiba-tiba saja sesak nafas. “Keluarganya tunanganku nggak punya tabung pribadi, jadi harus mencari pinjaman tabung,” ungkap Putri. Rupanya, mencari pinjaman tabung tidak mudah. Beberapa tempat penyewaan tabung bahkan mengatakan pada Putri bahwa tabung lebih langka dibanding oksigen medis.

Saat itu, seorang teman meminjamkan kepada Putri oksigen portable sembari menunggu mencari oksigen tabung. “Hanya satu tempat yang masih bisa menyewakan tabung, itu tinggal ada satu tabung, dan harganya lima juta belum termasuk menyewa regulator, serta masih harus mengisi oksigen,” ungkap Putri.

  Kelangkaan oksigen medis membuat penyedia jasa membatasi permintaan. 

Demi ayah dari tunangannya, Putri dan tunangannya itu menuju ke tempat yang bisa menyewakan oksigen. Di sisi lain, oksigen portable rupanya tidak bisa membantu ayah dari tunangannya untuk bertahan. “Sekitar jam satu siang, saat aku dan tunanganku sedang menuju tempat penyewaan tabung oksigen, ayah tunanganku meninggal. Untuk pertama kalinya, aku melihat orang terdekatku meninggal karena kelangkaan oksigen,” ungkap Putri getir.

Pedagang oksigen, sedih di tengah larisnya barang jualan 

Setidaknya ada delapan belas tempat penyewaan dan isi ulang oksigen di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang tersebar di Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta.

Saya mencoba mengunjungi Ninda Oksigen yang bertempat di Jalan Kolonel Sugiyono, Mergangsan, Kota Yogyakarta. Bertemu dengan Pak Asep (52), pegawai di Ninda Oksigen sejak lima tahun yang lalu. Ia mengatakan baru kali ini oksigen harus diambil dari Jawa Timur, seperti Mojokerto dan Kendal, karena PT Samator yang berada di Yogyakarta sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan pedagang isi ulang oksigen.

Menurut Pak Asep, durasi untuk mengambil oksigen di Mojokerto dan Kendal tidak menentu. “Biasanya akan menunggu setengah tabung-tabung yang tersedia ini kosong, kurang lebih lima puluh tabung besar, baru berangkat ke Mojokerto dan Kendal, mungkin bisa seminggu dua kali,” ungkap Pak Asep menjelaskan.

Kelangkaan Oksigen mulai terjadi dari bulan Juni 2021. “Waktu pandemi Covid-19 yang pertama itu belum seperti ini, isi ulang oksigen masih berjalan biasa, belum ada antrean mengular, beda dengan sekarang, isi ulang oksigen sampai kurang-kurang,” ungkap Pak Asep. 

Bahkan informasi yang beredar, PT Samator hanya mampu melayani rumah sakit besar, sedangkan beberapa rumah sakit kecil masih kekurangan. Kata Pak Asep, Ninda Oksigen ini kadang-kadang juga masih melayani permintaan dari Puskesmas.

Dalam sehari, cabang utama Ninda Oksigen ini hanya melayani pengisian oksigen sebanyak enam puluh tabung kecil setiap harinya. “Kapasitasnya hanya mampu enam puluh, itu juga sudah dari pagi hingga sore, selain itu, cabang-cabang Ninda Oksigen lainnya juga membuka kuota untuk isi ulang oksigen supaya masyarakat di tempat lain pun bisa dilayani,” ungkap Pak Asep menjelaskan alasannya. Memang, untuk mengisi oksigen medis ke dalam enam puluh tabung saja, minimal sudah membutuhkan dua orang.

Demi mendapatkan oksigen medis, banyak pelanggan Ninda Oksigen yang mengantre sejak dini hari. “Biasanya kalau saya datang jam delapan, sesuai jam kerja, antreannya sudah sampai ke nomor lima puluhan,” ungkap Pak Asep. Ia mengatakan biasanya tabung akan diletakkan di nomor-nomor yang sudah disediakan di depan pintu garasi dan ditunggu oleh pemiliknya hingga Ninda Oksigen buka. Setelah Ninda Oksigen buka dan para pemilik tabung mendapatkan nomor antrean, barulah tabung dapat ditinggal dan diambil lagi siang atau sore sesuai urutannya agar tidak ada penumpukan pelanggan.

Bersyukur selama ini menurut Pak Asep tidak ada pelanggan yang menimbun tabung. “Sebenarnya memang sudah dibatasi untuk setiap orang hanya bisa mengisi satu tabung saja. Tujuannya juga supaya dapat berbagi ke pelanggan lain,” ungkap Pak Asep menjelaskan teknis pengisian oksigen di Ninda Oksigen.

Harga isi ulang tabung oksigen di Ninda Oksigen memang ada kenaikan harga lantaran biaya perjalanan untuk mengambil oksigen lebih jauh dan langka. “Jika sebelumnya isi ulang oksigen untuk tabung ukuran satu meter kubik adalah tiga puluh ribu, sekarang menjadi lima puluh ribu,” ungkap Pak Asep.

Jika sebelumnya Ninda Oksigen bisa melayani sewa dan beli tabung dan regulator, sementara waktu ini harus ditiadakan karena tidak ada stok. “Kita mencari kesulitan dan harganya sudah melambung tinggi,” ujar Pak Asep membeberkan keadaan di lapangan. Bahkan, menurut Pak Asep, mencari oksigen dan mencari tabung hampir sama susahnya.

“Eh, kalau saat ini sepertinya malah lebih langka tabung, karena mencari tabung susah dan tidak ada barangnya, sedangkan oksigen masih ada walaupun terbatas,” ralat Pak Asep. Memang benar, sejak saya mengobrol dengan Pak Asep, sudah empat kali ada pengunjung yang datang dan menanyakan sewa tabung. 

Sebelum kelangkaan tabung, harga sewa untuk ukuran satu meter kubik lengkap dengan regulator dan isinya adalah dua ratus ribu per bulan. Seingatnya Pak Asep, terakhir ia menyewakan tabung sekitar tanggal 20 Juni 2021.

Membuka memori, dahulu sebelum kelangkaan tabung dan oksigen medis terjadi, tabung berukuran satu meter kubik dijual lengkap dengan regulator dan isinya seharga delapan ratus lima puluh ribu. Sedangkan, saat kelangkaan ini, terakhir menjual tabung saja seharga dua juta.

Melayani pelanggan yang membutuhkan oksigen memang membuat Pak Asep lebih waspada. “Pasti dari enam puluh orang itu ada yang keluarganya positif covid-19, tapi ya juga sudah dibuat agar tidak kontak langsung,” ungkap Pak Asep. Hal serupa juga dikatakan Rian (21), teman kerja Pak Asep, bahwa selama bekerja berusaha selalu menerapkan protokol kesehatan.

Penyedia oksigen medis. Foto oleh Briggita Adelia/Mojok.co
Penyedia oksigen medis. Foto oleh Briggita Adelia/Mojok.co

Bagi Pak Asep dan Rian, keduanya merasa prihatin dengan keadaan kelangkaan oksigen medis. “Sedih waktu tahu mereka antre berjam-jam, dan bahkan sudah ada yang lansia masih tetap ikut antre demi menyelamatkan keluarga,” ujar Rian yang disetujui oleh Pak Asep. 

“Mungkin jika laris adalah menggembirakan bagi pedagang, tapi kami pedagang isi ulang oksigen ketika ramai seperti ini juga sedih karena berarti semakin banyak orang yang terkena Covid-19,” ujar Pak Asep sebelum saya berpamitan.

Proning, pertolongan pertama saat saturasi oksigen turun

Baca juga:  Seorang Owner Kafe yang Malu Kalau Pekerjanya Nggak Bisa Beri Makan Keluarga

Selain menggunakan oksigen medis atau tabung, beberapa cara lain dapat dilakukan ketika mengalami sesak nafas atau ada keluarga yang sesak nafas. Anissa (22), seorang dokter muda yang sedang koas di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Kidul, mengungkapkan ketika sesak nafas dan saturasi menurun diharapkan jangan panik. Menurut Anissa, jika panik maka metabolisme tubuh meningkat dan tubuh menjadi butuh banyak oksigen.

Jika positif covid-19 dan menjalani isolasi mandiri di rumah, Anissa mengatakan memang perlu banyak persiapan, tidak hanya vitamin dan makanan bergizi, namun juga oksimetri untuk memantau saturasi oksigen dan persediaan tabung oksigen portable

“Walaupun sebenarnya, oksigen portable memang tidak terlalu banyak membantu karena hanya mampu satu sampai dua liter, sedangkan jika saturasi di bawah sembilan puluh lima, butuh dua sampai tiga liter,” ungkap Anissa menjelaskan.

Ketika saturasi turun, maka yang harus dilakukan adalah melihat ventilasi udara di sekitar. “Berada di ruangan yang terbuka lalu jendela dan pintu dibuka lebar, sehingga ada pertukaran udara di dalam ruangan,” tambah Anissa.

Setelah ada pertukaran udara, barulah bisa dilakukan posisi proning. “Jangan asal main tengkurap. Sebenarnya tujuan proning ini dilakukan agar lendir tidak tertampung di belakang paru terlalu banyak. Dengan adanya proning atau posisi telungkup dan sujud, lendir dapat mengalir ke depan. Sehingga sambil proning bisa menarik nafas dalam dan mencoba disengajakan batuk agar dahak keluar,” jelas Anissa.

Sembari proning itulah sebaiknya saturasi terus dipantau. “Jangan lupa untuk lapor ke fasilitas kesehatan, sehingga jika ada sesuatu yang tidak di inginkan dapat langsung diberikan penanganan,” ungkap Anissa mengingatkan.

Menurut Anissa, proning tidak hanya dilakukan pada yang saturasinya rendah atau sesak nafas saja, melainkan juga dapat dilakukan oleh semua orang. Tujuannya adalah agar lendir di belakang paru dapat keluar dan paru-paru dapat bekerja dengan baik. Semakin sering dilakukan, maka dapat mencegah sesak nafas dapat terjadi.

Jika memang saturasi terus menurun dan tidak memiliki oksigen tabung, sementara proning dan oksigen portable tidak membantu, ada baiknya untuk dibawa ke rumah sakit.

“Jangan berpikiran kalau ke rumah sakit lalu meninggal, menurutku tidak seperti itu, karena biasanya beberapa yang meninggal akibat telat dibawa ke rumah sakit dan di rumah sakit pun kita sudah memiliki triase untuk memilah pasien sesuai kebutuhan, tapi semoga pandemi covid-19 ini cepat berakhir,” pungkas Anissa dengan penuh harapan agar masyarakat percaya kepada tenaga kesehatan.

BACA JUGA Penjual Mie Ayam yang Memberikan Resep Rahasianya dan liputan menarik lainnya di rubrik SUSUL.